Oleh  Amien Nugroho
SAMPAI saat ini, lubang  hitam (black hole) masih dipandang satu-satunya objek astronomik paling  misterius karena tak bisa diamati secara langsung melalui teleskop  optik tercanggih sekalipun. Sebab, semua materi, termasuk cahaya, akan  tersedot dan tak bisa lepas dari permukaannya.
Lubang hitam diyakini terlahir ketika bintang bermassa besar (10-15 kali massa matahari) menjalani akhir hayat sebagai bintang meledak yang dahsyat (supernova). Lubang hitam hasil kematian sebuah bintang dinamakan lubang hitam bintang (stellar black hole). Pengamatan para astronom dengan teleskop modern dewasa ini mengindikasikan keberadaan lubang hitam maharaksasa bermassa jauh lebih besar dari sebuah bintang. Lubang hitam itu diperkirakan bermassa miliaran massa bintang dan disebut lubang hitam supermasif.
Eksistensi lubang hitam di alam semesta diprediksi matematikawan Jerman, Karl Schwarzshild, tahun 1916. Dia menggunakan Teori Relativitas Umum yang dicetuskan Albert Einstein tahun 1915 untuk menghitung solusi medan gravitasi berupa titik massa. Namun Schwar-zshild tak begitu yakin solusinya itu punya makna fisis atau bisa ditemukan di alam.
Teka-teki solusi Schwarzschild terkuak setelah ditemukan objek pemancar sinar X kuat dari kedalaman antariksa tahun 1960-an. Menurut teori evolusi bintang, sumber radiasi sinar X itu membuktikan keberadaan objek sangat mampat seperti bintang neutron atau lubang hitam.
Istilah lubang hitam kali pertama diperkenalkan John A Wheeler tahun 1967 untuk melukiskan kondisi kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda bermassa dengan medan gravitasi sangat kuat. Menurut Teori Relativitas Umum, kehadiran massa akan mendistorsi ruang dan waktu.
Lubang hitam diyakini terlahir ketika bintang bermassa besar (10-15 kali massa matahari) menjalani akhir hayat sebagai bintang meledak yang dahsyat (supernova). Lubang hitam hasil kematian sebuah bintang dinamakan lubang hitam bintang (stellar black hole). Pengamatan para astronom dengan teleskop modern dewasa ini mengindikasikan keberadaan lubang hitam maharaksasa bermassa jauh lebih besar dari sebuah bintang. Lubang hitam itu diperkirakan bermassa miliaran massa bintang dan disebut lubang hitam supermasif.
Eksistensi lubang hitam di alam semesta diprediksi matematikawan Jerman, Karl Schwarzshild, tahun 1916. Dia menggunakan Teori Relativitas Umum yang dicetuskan Albert Einstein tahun 1915 untuk menghitung solusi medan gravitasi berupa titik massa. Namun Schwar-zshild tak begitu yakin solusinya itu punya makna fisis atau bisa ditemukan di alam.
Teka-teki solusi Schwarzschild terkuak setelah ditemukan objek pemancar sinar X kuat dari kedalaman antariksa tahun 1960-an. Menurut teori evolusi bintang, sumber radiasi sinar X itu membuktikan keberadaan objek sangat mampat seperti bintang neutron atau lubang hitam.
Istilah lubang hitam kali pertama diperkenalkan John A Wheeler tahun 1967 untuk melukiskan kondisi kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda bermassa dengan medan gravitasi sangat kuat. Menurut Teori Relativitas Umum, kehadiran massa akan mendistorsi ruang dan waktu.
Dalam bahasa sederhana, kehadiran massa akan melengkungkan ruang dan waktu di sekitarnya. 
Ilustrasi yang acap dipakai memperagakan kelengkungan ruang di sekitar  benda bermassa adalah dengan lembaran karet elastis untuk  mendeskripsikan ruang tiga dimensi ke ruang dua dimensi. Bila kita  menggelindingkan bola pingpong di atas hamparan lembaran karet itu, bola  bergerak lurus dengan hanya memberi sedikit tekanan pada lembaran  karet. 
Sebaliknya, bila kita letakkan bola biliar bermassa lebih besar (masif),  lembaran karet melengkung dengan cekungan di pusat yang ditempati bola  biliar itu. Makin masif bola kian besar tekanan yang diberikan dan kian  dalam pula cekungan pusat yang dihasilkan pada lembaran karet.
Gerak bumi dan planet-planet lain dalam tata surya mengorbit matahari  sebagai hasil kerja gaya gravitasi, sebagaimana dibuktikan Isaac Newton  tahun 1687 dalam Principia Mathematica. Melalui persamaan matematika  yang menjelaskan hubungan antara kelengkungan ruang dan distribusi  massa, Einstein ingin memberi gambaran tentang gravitasi yang berbeda  dari pendahulunya itu. 
Bila sekarang kita menggelindingkan bola yang lebih ringan di sekitar  bola yang masif pada lembaran karet, bola yang ringan tak lagi mengikuti  lintasan lurus sebagaimana seharusnya, tetapi mengikuti kelengkungan  ruang yang terbentuk di sekitar bola yang lebih masif. Cekungan yang  dibentuk berhasil “menangkap” benda bergerak lain sehingga mengorbit  benda pusat yang lebih masif. Itulah deskripsi yang sama sekali baru  tentang penjelasan gerak mengorbit planet-planet di sekitar matahari  dalam relativitas umum.
Dalam kasus lain, bila benda bergerak menuju ke pusat cekungan, benda  itu akan tertarik ke arah benda pusat. Itu juga memberi penjelasan  tentang fenomena jatuhnya meteoroid ke matahari, bumi, atau  planet-planet lain.
Jari-jari Schwarzschild
Dengan memakai persamaan matematisnya untuk sembarang benda berbentuk  bola sebagai solusi eksak atas persamaan medan Einstein, Schwarzschild  menemukan suatu kondisi kritis yang hanya bergantung pada massa benda  itu. Bila jari-jari benda (bintang misalnya) mencapai harga tertentu,  kelengkungan ruang-waktu jadi sedemikian besar sehingga tak ada satu  materi pun dapat lepas dari permukaan objek itu, termasuk cahaya.  Jari-jari kritis itu sekarang dikenal sebagai jari-jari Schwarzschild,  yang besarnya dapat dihitung dengan rumus 2GM/r kuadrat. G adalah  tetapan gravitasi  6.673 X 10-11 -Newton m2/detik kuadrat, C kecepatan  cahaya 299.792.4580 m/detik, dan M massa benda. Bintang masif yang  mengalami keruntuhan gravitasi sempurna seperti itu, untuk kali pertama  disebut lubang hitam.
Untuk menjadi lubang hitam, menurut persamaan Schwarzschild, matahari  kita yang berjari-jari sekitar 696.000 km harus dimampatkan hingga  berjari-jari 2,5 km. Namun matahari kita tak akan menjadi lubang hitam  di kelak kemudian hari. Sebab, massa matahari tak melebihi batas  penghamburan materi, yakni 1,44 kali massa matahari kita. Jadi matahari  kita tak memenuhi syarat menjadi lubang hitam. Yang paling mungkin, pada  suatu saat kelak, matahari kita menjadi bintang katai atau kerdil  putih.
Meski persamaan Schwarzschild mampu menjelaskan keberadaan lubang hitam,  banyak ilmuwan kala itu, termasuk Einstein, memandang sebelah mata  hasil Schwarzschild. Mereka menganggap persamaan Schwarzschild sebagai  enigma matematis belaka, tanpa kehadiran makna fisis. Namun belakangan  terbukti, keadaan ekstrem yang ditunjukkan persamaan Schwarzschild  sekaligus model yang diajukan  dua fisikawan AS, Robert Oppenheimer dan  Hartland Snyder, tahun 1939 yang berangkat dari perhitungan  Schwarzschild, berhasil ditunjukkan dalam simulasi komputer.
- Amien Nugroho, pengamat teknologi dan astronomi, tinggal di Yogyakarta       
