Pada tahun 2015, Rusia berencana mengirim pesawat menuju Matahari. Hal ini disebabkan Matahari merupakan salah satu bintang terbesar di antariksa. Tetapi, sampai dengan sekarang belum ada ilmuwan yang mampu melakukan penelitian dari jarak dekat.
Pada Saat sekarang ini ada beberapa ilmuwan yang dari beberapa negara yang tergabung dalam helio-physicists telah membuat alat guna mendekati Matahari, adar dapat meneliti Matahari dari jarak yang sedekat mungkin. Agar penelitian tersebut berhasil, Rusia berencana akan mengirim pesawat ruang angkasa ke Matahari.
Ide gila yang pertama umtuk mengirimkan pesawat ruang angkasa ke Matahari ini berasal dari sekelompok ilmuwan Rusia pada tahun 1970 (di masa Brezhnev). Namun, di awal proyek pertamanya, pesawat tanpa awak yang dibuat secara teknis dinyatakan tidak laik.
Sekarang para ahli dari Institute of Terrestrial Magnetism, Ionosphere and Radio Wave Propagation atau Pushkov (IZMIRAN), Physics Institute of the Academy of Sciences (FIAN) dan para peneliti lainnya, sedang bekerja keras untuk menyelesaikan proyek Interhelioprobe. Direktur Lembaga Studi Luar Angkasa dengan Akademisi Ilmu Pengetahuan Rusia, Lev Zelyony, mengatakan tidak menutup kemungkinan bahwa pesawat antariksa ini nanti akan bisa mendekati Matahari pada ketinggian 10-12 solar radii.
Disadari betul bahwa dengan jarak sedekat itu, ancaman bahaya memang akan datang. Selain bahaya overheating, juga bahaya penguapan sinar di bawah Matahari yang bisa menyebabkan kesalahan dalam pengukuran.
Oleh karena itu, yang akan menjadi prioritas adalah mengembangkan perisai panas yang mampu menahan suhu sampai 600 derajat Celcius. Nantinya, bahan perisai itu akan dibuat dari bahan tungsten, molybdenum, dan bahan tahan api lainnya.
"Mendekati Matahari diperlukan untuk mempelajari fenomena seperti 'solar flares'," kata Vladimir Kuznetsov, Direktur IZMIRAN. "Yang paling penting juga untuk mempelajari siklus Matahari dan dinamo Matahari, karena sampai hari ini kami masih tidak dapat memprediksi awal dan amplitudo siklus ini."
Menurut Kuznetsov, jika mampu mempelajari serta memprediksi siklus Matahari, akan memungkinkan untuk mengurangi dampak bahaya bagi Bumi.
Selain Rusia, proyek serupa juga dilakukan di negara lain. Ilmuwan Eropa yang bekerja untuk Solar Orbiter juga tengah meneliti Matahari dari jarak 60 solar radii (jarak ini sedikit lebih dekat dari orbit Merkurius). American Solar Probe akan mendekati Matahari pada jarak hanya 8.5 radii dari permukaan.
Namun, Solar Orbiter baru akan diluncurkan pada 2017, dan Solar Probe pada tahun 2018. Sedangkan pesawat milik Rusia itu, diyakini para ilmuwan akan diluncurkan pada 2015.
Pada Saat sekarang ini ada beberapa ilmuwan yang dari beberapa negara yang tergabung dalam helio-physicists telah membuat alat guna mendekati Matahari, adar dapat meneliti Matahari dari jarak yang sedekat mungkin. Agar penelitian tersebut berhasil, Rusia berencana akan mengirim pesawat ruang angkasa ke Matahari.
Ide gila yang pertama umtuk mengirimkan pesawat ruang angkasa ke Matahari ini berasal dari sekelompok ilmuwan Rusia pada tahun 1970 (di masa Brezhnev). Namun, di awal proyek pertamanya, pesawat tanpa awak yang dibuat secara teknis dinyatakan tidak laik.
Sekarang para ahli dari Institute of Terrestrial Magnetism, Ionosphere and Radio Wave Propagation atau Pushkov (IZMIRAN), Physics Institute of the Academy of Sciences (FIAN) dan para peneliti lainnya, sedang bekerja keras untuk menyelesaikan proyek Interhelioprobe. Direktur Lembaga Studi Luar Angkasa dengan Akademisi Ilmu Pengetahuan Rusia, Lev Zelyony, mengatakan tidak menutup kemungkinan bahwa pesawat antariksa ini nanti akan bisa mendekati Matahari pada ketinggian 10-12 solar radii.
Disadari betul bahwa dengan jarak sedekat itu, ancaman bahaya memang akan datang. Selain bahaya overheating, juga bahaya penguapan sinar di bawah Matahari yang bisa menyebabkan kesalahan dalam pengukuran.
Oleh karena itu, yang akan menjadi prioritas adalah mengembangkan perisai panas yang mampu menahan suhu sampai 600 derajat Celcius. Nantinya, bahan perisai itu akan dibuat dari bahan tungsten, molybdenum, dan bahan tahan api lainnya.
"Mendekati Matahari diperlukan untuk mempelajari fenomena seperti 'solar flares'," kata Vladimir Kuznetsov, Direktur IZMIRAN. "Yang paling penting juga untuk mempelajari siklus Matahari dan dinamo Matahari, karena sampai hari ini kami masih tidak dapat memprediksi awal dan amplitudo siklus ini."
Menurut Kuznetsov, jika mampu mempelajari serta memprediksi siklus Matahari, akan memungkinkan untuk mengurangi dampak bahaya bagi Bumi.
Selain Rusia, proyek serupa juga dilakukan di negara lain. Ilmuwan Eropa yang bekerja untuk Solar Orbiter juga tengah meneliti Matahari dari jarak 60 solar radii (jarak ini sedikit lebih dekat dari orbit Merkurius). American Solar Probe akan mendekati Matahari pada jarak hanya 8.5 radii dari permukaan.
Namun, Solar Orbiter baru akan diluncurkan pada 2017, dan Solar Probe pada tahun 2018. Sedangkan pesawat milik Rusia itu, diyakini para ilmuwan akan diluncurkan pada 2015.